Pergaulan remaja di kota metropolitan ini memang semakin bebas dan tak terkendali. Narkoba dan seks bebas seakan sudah menjadi hal yang wajar dalam kehidupan mereka. Akibatnya, ribuan remaja di Jakarta menderita penyakit kelamin yang diduga akibat maraknya pelacuran, seks bebas, perubahan pola pergaulan dan kurangnya pendidikan seks.
Data mengejutkan ini diungkap oleh Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ida Bagus Nyoman Banjar, pada hari Jumat tanggal 15 Oktober 2010. Secara keseluruhan, kata dia, angka penderita penyakit kelamin di Jakarta berjumlah 9.060 orang, dengan rincian 5.051 orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya pria. Dari total jumlah penderita tersebut, 3,007 di antaranya masih berusia antara 14 dan 24 tahun.
Jenis penyakit kelamin yang mereka derita antara lain, herpes, infeksi jamur, syphilis, vaginitis, bisul pada alat kelamin atau HPV, kutu kelamin, kutu di bawah kulit, dan AIDS. Banyaknya penderita penyalit kelamin pada kalangan remaja ini, menurut Nyoman Banjar, karena maraknya praktik prostitusi dan perubahan pola pergaulan. "Kebanyakan penyakit kelamin ini ditimbulkan dari pola seksual yang salah, sehingga jika tidak diwaspadai maka akan berpotensi pada HIV/AIDS."
Nyoman Banjar menduga jumlah penderita penyakit kelamin di kalangan remaja Jakarta lebih dari 9.060 orang, mengingat masih banyak dari mereka yang malu menjalani pengobatan ke rumah sakit atau pun ke Puskesmas.
Sedangkan menurut Danang Triwahyudi, dokter spesialis kulit dan kelamin di Rumah Sakit Dharmais dan Metropolitan Medical Center, makin meningkatnya penderita penyakit kelamin ini karena pendidikan seks yang kurang. “Dan itu terjadi bukan hanya di Jakarta tetapi di Indonesia. Coba mana pernah ada pendidikan seks di sekolah, apalagi di rumah,” kata Danang (15/10/2010).
Danang menambahkan, yang sering dan kerap terjadi adalah larangan, bukan pendidikan seks. “Yang banyak terjadi adalah, ini jangan itu jangan. Padahal seharusnya, kalau mau begini, harus begini, kalau mau begitu, harus begitu.” Pentingnya seks aman dan sehat seharusnya diberitahukan sejak awal, bukan hanya larangan. “Sulit kalau semuanya ditabukan tanpa ada pemberitahuan bagaimana yang sebenarnya,” kata Danang. Menjadi semakin dilematis ketika pemberitahuan tentang seks yang benar malah dianggap menganjurkan. “Padahal itu dua hal yang berbeda,” katanya.
Psikolog yang juga Direktur N Consultant, Rinny Soegiyoharto, mengatakan hal senada. Remaja kini banyak yang terkena penyakit kelamin karena mereka belum atau tidak memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai kesehatan reproduksi, terkait perilaku bersih dalam memperlakukan alat kelamin.
Apabila pemahaman yang benar dan baik tentang perilaku bersih dan sehat dalam memperlakukan alat-alat reproduksi atau kelamin sudah dimiliki, mereka tentu juga akan memahami bahwa perilaku seksual secara sembarangan dapat merusak dirinya dan alat-alat reproduksinya.
Pada dasarnya, kata Rinny, dorongan dan rangsangan seksual ada dalam setiap manusia, bahkan sejak usia anak-anak. Sehingga, tanpa pengarahan yang benar soal itu, misalnya bahwa alat kelamin harus diperlakukan dengan sehat dan bertanggung jawab, juga bahwa dorongan seksual harus dimaknai sebagai hal positif untuk disalurkan dalam aktivitas yang positif, maka para remaja akan mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
editor:Opung;sumber:VIVAnews;foto:bangkitphotography
Jenis penyakit kelamin yang mereka derita antara lain, herpes, infeksi jamur, syphilis, vaginitis, bisul pada alat kelamin atau HPV, kutu kelamin, kutu di bawah kulit, dan AIDS. Banyaknya penderita penyalit kelamin pada kalangan remaja ini, menurut Nyoman Banjar, karena maraknya praktik prostitusi dan perubahan pola pergaulan. "Kebanyakan penyakit kelamin ini ditimbulkan dari pola seksual yang salah, sehingga jika tidak diwaspadai maka akan berpotensi pada HIV/AIDS."
Nyoman Banjar menduga jumlah penderita penyakit kelamin di kalangan remaja Jakarta lebih dari 9.060 orang, mengingat masih banyak dari mereka yang malu menjalani pengobatan ke rumah sakit atau pun ke Puskesmas.
Sedangkan menurut Danang Triwahyudi, dokter spesialis kulit dan kelamin di Rumah Sakit Dharmais dan Metropolitan Medical Center, makin meningkatnya penderita penyakit kelamin ini karena pendidikan seks yang kurang. “Dan itu terjadi bukan hanya di Jakarta tetapi di Indonesia. Coba mana pernah ada pendidikan seks di sekolah, apalagi di rumah,” kata Danang (15/10/2010).
Danang menambahkan, yang sering dan kerap terjadi adalah larangan, bukan pendidikan seks. “Yang banyak terjadi adalah, ini jangan itu jangan. Padahal seharusnya, kalau mau begini, harus begini, kalau mau begitu, harus begitu.” Pentingnya seks aman dan sehat seharusnya diberitahukan sejak awal, bukan hanya larangan. “Sulit kalau semuanya ditabukan tanpa ada pemberitahuan bagaimana yang sebenarnya,” kata Danang. Menjadi semakin dilematis ketika pemberitahuan tentang seks yang benar malah dianggap menganjurkan. “Padahal itu dua hal yang berbeda,” katanya.
Psikolog yang juga Direktur N Consultant, Rinny Soegiyoharto, mengatakan hal senada. Remaja kini banyak yang terkena penyakit kelamin karena mereka belum atau tidak memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai kesehatan reproduksi, terkait perilaku bersih dalam memperlakukan alat kelamin.
Apabila pemahaman yang benar dan baik tentang perilaku bersih dan sehat dalam memperlakukan alat-alat reproduksi atau kelamin sudah dimiliki, mereka tentu juga akan memahami bahwa perilaku seksual secara sembarangan dapat merusak dirinya dan alat-alat reproduksinya.
Pada dasarnya, kata Rinny, dorongan dan rangsangan seksual ada dalam setiap manusia, bahkan sejak usia anak-anak. Sehingga, tanpa pengarahan yang benar soal itu, misalnya bahwa alat kelamin harus diperlakukan dengan sehat dan bertanggung jawab, juga bahwa dorongan seksual harus dimaknai sebagai hal positif untuk disalurkan dalam aktivitas yang positif, maka para remaja akan mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar